Pernakah Anda tahu, sang pendiri "kerajaan" Honda - Soichiro Honda –
sebelum sukses diraihnya ia banyak mengalami kegagalan? Ia juga tidak
menyandang gelar insinyur, lebih-lebih Profesor seperti halnya B.J. Habibie,
mantan Presiden RI. Ia bukan siswa yang memiliki otak cemerlang. Di kelas,
duduknya tidak pernah di depan, selalu menjauh dari pandangan guru.
"Nilaiku jelek di sekolah. Tapi saya tidak bersedih, karena dunia saya
disekitar mesin, motor dan sepeda," tutur tokoh ini, yang meninggal pada
usia 84 tahun, setelah dirawat di RS Juntendo, Tokyo, akibat mengindap lever.
Soichiro Honda lahir tanggal 17 November 1906 di Iwatagun (kini Tenrryu City)
yang terpencil di Shizuoka prefecture. Daerah Chubu di antara Tokyo, Kyoto, dan
Nara di Pulau Honshu yang awalnya penuh tanaman teh yang rapi, yang
disela-selanya ditanami arbei yang lezat. Namun kini daerah kelahiran Honda
sudah ditelan Hamamatsu yaitu kota terbesar di provinsi itu.
Ayahnya bernama Gihei Honda seorang tukang besi yang beralih menjadi pengusaha
bengkel sepeda, sedangkan ibunya bernama Mika, Soichiro anak sulung dari
sembilan bersaudara, namun hanya empat yang berhasil mencapai umur dewasa. Yang
lain meninggal semasa kanak-kanak akibat kekurangan obat dan juga akibat
lingkungan yang kumuh.
Walaupun Gihei Honda miskin, namun ia suka pembaharuan. Ketika muncul pipa
sigaret modal Barat, ia tidak ragu-ragu mengganti pipa cigaret tradisionalnya
yang bengkok, tidak peduli para tetangganya menganggapnya aneh. Rupanya sifat
itu dan juga keterampilannya menangani mesin menurun pada anak sulungnya.
Sebelum masuk sekolah pun Soichiro sudah senang, membantu ayahnya di bengkel
besi. Ia juga sangat terpesona melihat dan mendengar dengum mesin penggiling
padi yang terletak beberapa kilometer dari desanya.
Di sekolah prestasinya rendah. Honda mengaku ulangan-ulangannya buruk. Ia tidak
suka membaca, sedangkan mengarang dirasakannya sangat sulit. Tidak jarang ia
bolos. “Sampai sekarang pun saya lebih efisien belajar dari TV daripada dari
membaca. Kalau saya membaca, tidak ada yang menempel di otak,” katanya.
Ketika sudah kelas lima dan enam, bakat Soichiro tampak menonjol di bidang
sains. Walaupun saat itu baru belasan tahun, namun dalam kelas-kelas sains di
Jepang sudah dimunculkan benda-benda seperti baterai, timbangan, tabung reaksi
dan mesin. Dengan mudah Soichiro menangkap keterangan guru dan dengan mudah ia
menjawab pertanyaan guru.
Beberapa waktu sebelum itu, untuk pertama kalinya Soichiro melihat mobil.
“Ketika itu saya lupa segalanya. Saya kejar mobil itu dan berhasil bergayut
sebentar di belakangnya. Ketika mobil itu berhenti, pelumas menetes ke tanah.
Saya cium tanah yang dibasahinya. Barangkali kelakuan saya persis seperti
anjing. Lalu pelumas itu saya usapkan ke tangan dan lengan. Mungkin pada saat
itulah di dalam hati saya timbul keinginan untuk kelak membuat mobil sendiri.
Sejak saat itu kadang-kadang ada mobil datang ke kampung kami. Setiap kali
mendengar deru mobil, saya berlari ke jalan, tidak peduli pada saat itu saya
sedang menggendong adik.”
Soichiro hanya mengalami duduk di bangku sekolah selama sepuluh tahun. Sesudah
lulus SD, anak nakal itu dikirim ke sekolah menengah pertama di Futumata yang
tidak jauh dari kediamannya. Lulus dari sekolah menengah itu ia pulang ke rumah
ayahnya. Gihei Honda sudah beralih dari pandai besi menjadi pengusaha bengkel
sepeda. Gihei Honda memiliki majalah The World of Wheels yang dibaca Soichiro
dengan penuh minat
Kecintaannya kepada mesin, mungkin 'warisan' dari ayahnya yang membuka bengkel
reparasi pertanian, di dusun Kamyo, distrik Shizuko, Jepang Tengah, tempat
kelahiran Soichiro Honda. Di bengkel, ayahnya memberi cathut (kakak tua) untuk
mencabut paku. Ia juga sering bermain di tempat penggilingan padi melihat mesin
diesel yang menjadi motor penggeraknya.
Di usia 8 tahun, ia mengayuh sepeda sejauh 10 mil, hanya ingin menyaksikan
pesawat terbang. Ternyata, minatnya pada mesin, tidak sia-sia. Ketika usianya
12 tahun, Honda berhasil menciptakan sebuah sepeda pancal dengan model rem
kaki. Tapi, benaknya tidak bermimpi menjadi usahawan otomotif. Ia sadar berasal
dari keluarga miskin. Apalagi fisiknya lemah, tidak tampan, sehingga membuatnya
rendah diri. Di usia 15 tahun, Honda hijrah ke Jepang, bekerja Hart Shokai
Company. Bosnya, Saka Kibara, sangat senang melihat cara kerjanya. Honda teliti
dan cekatan dalam soal mesin. Setiap suara yang mencurigakan, setiap oli yang
bocor, tidak luput dari perhatiannya. Enam tahun bekerja disitu, menambah
wawasannya tentang permesinan. Akhirnya, pada usia 21 tahun, bosnya mengusulkan
membuka suatu kantor cabang di Hamamatsu. Tawaran ini tidak ditampiknya.
Di Hamamatsu prestasi kerjanya tetap membaik. Ia selalu menerima reparasi yang
ditolak oleh bengkel lain. Kerjanya pun cepat memperbaiki mobil pelanggan
sehingga berjalan kembali. Karena itu, jam kerjanya larut malam, dan terkadang
sampai subuh. Otak jeniusnya tetap kreatif. Pada zaman itu, jari-jari mobil
terbuat dari kayu, hingga tidak baik meredam goncangan. Ia punya gagasan untuk
menggantikan ruji-ruji itu dengan logam. Hasilnya luarbiasa. Ruji-ruji logamnya
laku keras, dan diekspor ke seluruh dunia. Di usia 30, Honda menandatangani
patennya yang pertama.
Setelah menciptakan ruji, Honda ingin melepaskan diri dari bosnya, membuat
usaha bengkel sendiri. Ia mulai berpikir, spesialis apa yang dipilih? Otaknya
tertuju kepada pembuatan Ring Pinston, yang dihasilkan oleh bengkelnya sendiri
pada tahun 1938. Sayang, karyanya itu ditolak oleh Toyota, karena dianggap
tidak memenuhi standar. Ring buatannya tidak lentur, dan tidak laku dijual. Ia
ingat reaksi teman-temannya terhadap kegagalan itu. Mereka menyesalkan dirinya
keluar dari bengkel.
Karena kegagalan itu, Honda jatuh sakit cukup serius. Dua bulan kemudian,
kesehatannya pulih kembali. Ia kembali memimpin bengkelnya. Tapi, soal Ring
Pinston itu, belum juga ada solusinya. Demi mencari jawaban, ia kuliah lagi
untuk menambah pengetahuannya tentang mesin. Siang hari, setelah pulang kuliah
- pagi hari, ia langsung ke bengkel, mempraktekan
pengetahuan yang baru diperoleh. Setelah dua tahun menjadi mahasiswa, ia
akhirnya dikeluarkan karena jarang mengikuti kuliah. "Saya merasa sekarat,
karena ketika lapar tidak diberi makan, melainkan dijejali penjelasan
bertele-tele tentang hukum makanan dan pengaruhnya," ujar Honda, yang gandrung
balap mobil. Kepada Rektornya, ia jelaskan maksudnya kuliah bukan mencari
ijasah. Melainkan pengetahuan. Penjelasan ini justru dianggap penghinaan.
Berkat kerja kerasnya, desain Ring Pinston-nya diterima. Pihak Toyota
memberikan kontrak, sehingga Honda berniat mendirikan pabrik. Eh malangnya,
niatan itu kandas. Jepang, karena siap perang, tidak memberikan dana. Ia pun
tidak kehabisan akal mengumpulkan modal dari sekelompok orang untuk mendirikan
pabrik. Lagi-lagi musibah datang. Setelah perang meletus, pabriknya terbakar
dua kali. Namun, Honda tidak patah semangat.
Ia bergegas mengumpulkan karyawannya. Mereka diperintahkan mengambil sisa
kaleng bensol yang dibuang oleh kapal Amerika Serikat, digunakan sebagai bahan
mendirikan pabrik. Tanpa diduga, gempa bumi meletus menghancurkan pabrikn
sehingga diputuskan menjual pabrik
Ring Pinstonnya ke Toyota. Setelah itu, Honda mencoba beberapa usaha lain.
Sayang semuanya gagal. Akhirnya, tahun 1947, setelah perang Jepang kekurangan
bensin.
Di sini kondisi ekonomi Jepang porak-poranda. Sampai-sampai Honda tidak dapat
menjual mobilnya untuk membeli makanan bagi keluarganya. Dalam keadaan
terdesak, ia memasang motor kecil pada sepeda. Siapa sangka, "sepeda
motor" – cikal bakal lahirnya mobil Honda - itu diminati oleh para
tetangga. Mereka berbondong-bondong memesan, sehingga Honda kehabisan stok.
Disinilah, Honda kembali mendirikan pabrik motor. Sejak itu, kesuksesan tak
pernah lepas dari tangannya. Motor Honda berikut mobinya, menjadi
"raja" jalanan dunia, termasuk Indonesia.
Motor pertama Honda
Bagi Honda, janganlah melihat keberhasilan dalam menggeluti industri otomotif.
Tapi lihatlah kegagalan-kegagalan yang dialaminya. "Orang melihat
kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99% kegagalan
saya", tuturnya. Ia memberikan petuah ketika Anda mengalami kegagalan,
yaitu mulailah bermimpi, mimpikanlah mimpi baru. Kisah Honda ini, adalah contoh
bahwa Suskes itu bisa diraih seseorang dengan modal seadanya, tidak pintar di
sekolah, ataupun berasal dari keluarga miskin.
5 Resep keberhasilan Honda :
* Selalu berambisi dan berjiwa muda.
* Hargailah teori yang sehat, temukan gagasan baru, khususkan waktu memperbaiki
produksi.
* Senangi pekerjaan Anda dan usahakan buat kondisi kerja senyaman mungkin.
* Carilah irama kerja yang lancar dan harmonis.
* Selalu ingat pentingnya penelitian dan kerja sama.
Trial and error Untuk meraih kesuksesan, Anda perlu melakukan trial and error.
Hal ini merupakan salah satu tolok ukur untuk menggapai kesuksesan. Tinggal
sejauh mana kita mau dan berani mencoba kembali kegagalan itu. Sebelum mencoba
lagi, pikirkan masak-masak langkah yang akan ditempuh. Kalau pun terjadi
kesalahan kembali, jangan ragu-ragu melakukan perbaikan dan terus mencoba
sampai Anda berhasil mengatasinya. Kunci utama trial and error adalah kerja
keras dan
tetap semangat.
“Orang
melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi, mereka tidak melihat 99%
kegagalan saya”, -Soichiro Honda-
"Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen. Tapi,
mereka tidak melihat 99% kegagalan saya", Soichiro Honda
Jadi keggalan adalah jalan menuju kesuksesan,
jangan pernah menyerah dalam menggapai mimpi.